Beberapa Prajurit Kopassus yanag tidak terima rekannya dibunuh, memberondong tembakan kepada pelaku pembunuhan. Peristiwa itu menjadi pertanyaan, apakah tindakan itu adalah kriminalitas atau bentuk kesetiakawanan?
Berawal dari penganiayaan yang menewaskan Serka Heru Santoso di Yogyakarta pada Maret 2013. Kematian itu ternyata juga memberikan rasa sakit kepada Serda Ucok, sang sahabat. Tidak terima dengan tewasnya Serda Heru, Serda Ucok mengajak rekannya untuk mencari pelaku pembunuhan itu.
Setelah Ucok mendapat informasi saat mengikuti pelatihan di Gunung Lawu, para pelaku penganiaya Heru diduga juga merupakan pelaku pembacok Sertu Sriyono, anggota Kodim Yogyakarta yang juga mantan Kopassus. Ia tewas sehari setelah nyawa Heru direnggut.
Berdasarkan informasi dari warga, Deki dan teman-temannya, pelaku pembunuhan Heru dan penganiayaan Sriyono berada di Lapas Kelas II B Cebongan, Sleman.
Setibanya di lapas, Koptu Kodik rekan yang ikut mencari bersama Ucok membagikan senjata yang semula disimpan di bagian belakang mobil. Senjata berupa tiga senjata AK 47, dua pucuk replika AK-47, dan sebuah pistol dibagikan kepada rekan-rekannya.
Sekitar pukul 00.00 WIB, beberapa prajurit pasukan elit ini masuk ke area Lapas dan menggedor pintu gerbang dengan mengaku sebagai aparat Polda DIY. Kecurigaan sempat dirasakan petugas sipir. Namun, akhirnya membukakan pintu setelah diancam dengan senjata api.
Gerombolan Kopassus ini kemudian masuk ke dalam bangunan Lapas. Mereka masuk ke lokasi blok penjara menggunakan kotak kunci yang diambil paksa dari Kepala Keamanan Lapas Cebongan.
Ucok masuk ke dalam blok A5, sementara dua rekannya, Serda Sugeng dan Koptu Kodik berjaga di luar. Melihat ada kelompok bersenjata masuk dan mencari Deki dan teman-temannya, 31 tahanan lainnya memisahkan diri. Sedangkan kelompok Deki yang menjadi incaran berdiri di sisi kanan.
Ucok kemudian memberikan rentetan tembakan kemudian diberikan kepada para pelaku pembunuhan Serka Heru dan Sertu Sriyono itu. Hingga akhirnya Deki dan kawan-kawan tewas di tempat.
Para prajurit Kopassus itu kemudian didakwa atas kasus pembunuhan napi di LP Cebongan. Serda Ucok yang merupakan eksekutor sekaligus pemegang komado atas serangan tersebut akhirnya dijatuhi hukuman paling berat, 11 tahun penjara dan dipecat dari kesatuan Kopassus.
Hakim menilai Serda Ucok terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap para tersangka pembunuhan Serka Heru Santoso.
Dalam pembelaan pribadinya, Serda Ucok menegaskan tidak melakukan tindakan pidana melawan perintah atasan. Dia membantah tindakannya sebagai pembunuhan berencana.
"Tidak perlu menghambur-hamburkan peluru untuk Deki cs, tapi bisa menggunakan alat lain dan tidak memakai penutup wajah sehingga tidak diketahui sipir dan orang lain," katanya.
Ucok mengatakan rentetan tembakan terhadap Deki telah terlanjur dilakukan. Ia mengaku ikhlas jika ternyata harus menghadapi penjara dan siap bertanggung jawab meski harus dipenjara belasan tahun.
"Tapi saya berharap majelis hakim tetap memberi kesempatan saya menjadi prajurit. Majelis jangan menjatuhkan hukuman tambahan dipecat sebagai prajurit karena menjadi prajurit merupakan kehormatan. Saya mohon majelis menyatakan saya masih layak dipertahankan sebagai anggota dalam dinas militer," pungkas Ucok.
"Silahkan hukum saya, asalkan jangan dipecat dari TNI!" dilansir dari Instagram Indo_Militer.
Sumber: riauonline.co.id