Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo) mengecam keras didirikannya patung Jenderal Perang Cina, Kwan Sing Tee Koen yang tingginya 30,4 meter yang berada di klenteng Kwan Sing Bio, Tuban Jawa Timur.
Hal itu disampaikan Presiden Geprindo Bastian Simanjuntak melalui ketera gan pers yang diterima Swamedium.com, Sabtu (29/7).
Menurut dia, pendirian patung tersebut lebih besar muatan politisnya daripada nilai-nilai keagamaannya.
“Untuk apa bangun patung jendral perang cina di Tuban besar-besar. Untuk gagah-gagahan? Tolong diingat! Ini negara Indonesia, didirikan oleh bangsa Indonesia, dimiliki dan dikuasai oleh Bangsa Indonesia!,” tegas Bastian.
Oleh karena itu, menurutnya, tidak boleh ada bangsa lain yang merasa memiliki kuasa di republik ini dengan mendirikan patung jenderal perang dari sebangsanya.
“Bangsa Indonesia tidak mengenal panglima perang yang bernama Sing Tee Koen, panglima perang bangsa indonesia adalah panglima besar Jenderal Sudirman,” tandas Bastian.
“Saya mencurigai ada maksud lain dibalik pendirian patung sebesar itu, oleh karena itu sebaiknya Badan Intelijen Indonesia (BIN) harus turun tangan mengumpulkan informasi apa alasan sebenarnya dibalik pendirian patung sebesar itu!,” imbuh Bastian.
Geprindo juga mendesak BIN untuk bisa mengungkap ada tidaknya aliran dana dari negara komunis Cina pada pembangunan patung itu.
Geprindo meyakini, rakyat Indonesia sangat paham, negara Cina memiliki kepentingan strategis terhadap Indonesia.
Bastian menyebut ada rencana menghidupkan kembali jalur sutra melalui pembangunan proyek-proyek infrastruktur, pengakuisisian tambang energi dan mineral, perkebunan, ada pembelian hunian oleh warga Cina di pulau reklamasi dan meikarta, ada proyek kereta api cepat, ada pencurian ikan, penyelundupan narkoba, kejahatan IT dan banjirnya produk-produk cina di pasar Indonesia
Belum lagi, tambah Bastian, di Taman Mini telah dibangun patung laskar tionghoa, dan sekarang di Tuban dibangun patung jenderal perang cina.
“Kedepan mau bangun patung apalagi? Saya khawatir jika hal ini dibiarkan terus menerus oleh pemerintah Indonesia, bangsa Cina semakin besar kepala dan tidak menghormati Bangsa Indonesia,” tukasnya.
Untuk itu, Geprindo meminta Pemerintah harus segera bertindak dengan menerbitkan peraturan yang
tidak memperbolehkan pembangunan simbol-simbol bangsa lain di Indonesia yang bisa menimbulkan rasa nasionalisme asing.
Selain itu, Geprindo mengingatkan BIN, TNI, Polri jangan sampai kebobolan. Bastian mengatakan, jika di kota saja tidak bisa mendeteksi ancaman asing, bagaimana mencegah ancaman di pulau-pulau terluar?
Padahal, Bastian melanjutkan, Panglima TNI berkali-kali berpidato tentang perang asimetris dan perang proxi. Namun, ia mempertanyakan, mengapa patung jenderal perang Cina setinggi 30 meter tidak dianggap sebagai ancaman kedaulatan.
“Coba kita pikir, bolehkah kita mendirikan patung jenderal Sudirman setinggi 30 meter di Cina sana?,” tanya dia.
Sebagai tindakan konkret, Geprindo akan mengirimkan surat kepada pengurus klenteng tersebut agar segera menurunkan patung raksasa tersebut. Sebab, Geprindo berpendapat, keberadaan patung sebesar itu bisa mengecilkan bahkan menghilangkan jasa para pahlawan bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan maupun pra kemerdekaan.
***
Petung Dewa Perang Yang Mulia Kongco Kwan Sing Tee Koen yang berada di Klenteng Tuban tidak memiliki ijin resmi bangunan dari Pemkab Tuban. Sehingga petung yang telah meraih rekor Muri dengan ketinggian 30,4 meter terancam dibongkar karena masih ilegal.
“Sejauh ini pendirian patung itu tidak ada ijin dari Pemkab Tuban, sehingga masih ilegal,” jelas H. Miyadi, Ketua DPRD Tuban, Senin, (31/7/2017).
Patung dewan itu dibangun dengan biaya sekitar Rp 1,5 miliar dari salah satu donatur asal kota Surabaya. Dalam proses pendirian patung itu sempat dilarang oleh Pemkab Tuban dan dihentikan, tetapi pengurus Klenteng masih nekat meneruskan hingga ada peresmian patung.
Kondisi seperti membuat dewan meradang, sehingga dalam waktu dekat anggota komisi A DPRD Tuban diagendakan akan melakukan kunjungan kerja di Klenteng Tuban. Hal itu untuk memastikan dokumen pendirian patung dewa itu.
“Kita telah mengagendakan untuk Komisi A meninjau lokasi, karena sejauh ini ijin mendirikan patung belum ada,” jelas Ketua DPRD Tuban.
Lebih lanjut, setelah nanti dilakukan kunjungan, hasil kunjungan kerja dewan akan disampaikan kepada eksekutif. Terkait Sanksi atas bangunan itu menunggu kebijakan dari pihak eksekutif.
“Sanksi rekomendasi terkait berdirinya bangunan itu menunggu sikap dari Bupati, apakah nanti bangunan di robohkan atau yang lainnya. Itu menunggu kebijakan eksekutif,” tegas Ketua DPRD Tuban.
Kekecewaan yang sama juga di sampaikan Wakil Bupati Tuban, Noor Nahar Hussein. Ia mengaku pernah melarang proses pembangunan patung dikarena belum melengkapi dokumen pendirian.
“Dulu kita sempat melarang dan meminta proses bangunan itu dihentikan, tetapi masih diteruskan bangun oleh pengurus Klenteng. Kita akan memberikan sanksi tegas buat pengurus,” janji Wabub Tuban.
Sementera itu, Ketua Klenteng Tuban, Gunawan Putra Wirawan, belum mau menjelaskan terkait dokumen pendirian patung dewa tersebut. Beberapa kali di konfirmasi, tetapi pengurus belum memberi jawaban secara resmi.
Sebatas diketahui, patung tersebut mendapatkan rekor MURI sebagai patung terbesar se-Asia Tenggara. Patung itu, Senin (17/7/2017) lalu diresmikan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan.
sumber : halopantura dan swamedium